Tak selamanya mulut dan
hatiku sejalan , kadang saat hatiku menangis ada senyuman utk menutupinya
Kadang, kita memang harus melepaskan orang yang kita cintai. Demi menjaga hati
agar tetap bisa bertahan tanpa rasa sakit
kepercayaan sangatlah berharga. Sayangnya, kamu sia-siain kepercayaan itu
Tolong sayangi aku dengan setulusnya. bukan karna kelebihanku atau kekuranganku
Aku pernah bahagia bersamamu , jika hal itu terulang lagi mungkin itu menjadi
kebahagiaan yang tak pernah terlupakan
Aku hanya ingin menjadi seorang yang kau pahami, sayangi, juga kau cintai,
bukan kau abaikan
Sebuah senyuman dapat menyembunyikan begitu banyak rasa sakit.
Sikap dan Sifatmu membuatku mengerti betapa tak berartinya diri ini untukmu,
Mungkin memang aku harus pergi
Kamu terlalu merendahkan ku. kini tak perlu lagi ku teteskan air mata untuk mu.
karna kini ku tak menginginkan mu lagi
Secepat itukah rasa itu hilang ? Atau mungkin rasa itu ga pernah ada
Hanya airmata yg mampu berbicara disaat kamu terus melakukan kesalahan yg sama
, tapi tulusnya cintaku mampu menutupi luka hati ini
Aku mengenal sakit dari sebuah penghianatan , dan aku belajar ikhlas dari
kehilangan
Aku tetap tidak menyesal walau seperti ini akhirnya. aku di tinggalkan olehmu.
Karna dulu,mencintamu adalah pilihanku
Aku dapat tetap bahagia saat melihatmu bahagia bersamanya. Namun di saat aku
mengingat lagi masa itu,tiba2 saja aku merasa terluka
Tak selamanya mulut dan hatiku sejalan , kadang saat hatiku menangis ada
senyuman utk menutupinya
Aku suka caramu mempertahankan hubungan "kita" .. Tp tdk pada sikapmu
dingin padaku :') kau pertahankan hub namun tak menjaga
hatiku
Kamu yg dulu begitu aku banggakan, yg begitu aku puja.. Ternyata skrg kau yg
menoreh luka dalam
Hatiku sedang entah, berbagai warna suram seketika, kusisir sepanjang jalan,
tanpa tau setitik pun makna yang sedang kubawa~
Aku menunggumu di tempat biasa, karena rindu ini sedang tidak biasa~
Semenjak kau pergi, aku enggan berpuisi, jemariku nyeri, aku patah hati~
Pagi ini tak ada secangkir kopi, tak ada puisi, karena hatiku tlah habis kau
curi, aku tak punya katakata lagi
Aku merindumu seperti ini, seperti seekor kupu kupu yang terbang ke sana
kemari, mencari kelopak bunga matahari, namun tak jua ditemui~
Malam membungkus aku dengan diam, melilit aku dengan senyap, terkadang
dijatuhkannya serpihan bulan, tepat di dadaku yang terluka
Katakan bila sudah tak cinta, jangan sepertiku, menahan luka di balik bahagia
yang pura pura
Kau bilang akan menantiku, hingga waktu yang tak terhitung, Tuhan, jangan buat
ia terlalu lama menunggu engkau adalah malam, aku rembulan, kita; seharusnya
selalu ada
Katakan Tuan, bagaimana
aku bisa menjauh darimu, jika kau tak jua menyadari, karenamu luka ini mengabadi
dalam hati
Aku mengagumimu, dari awal kita bertemu, lalu cinta datang tanpa ragu, menjerat
dua hati yang sama sama terikat masa lalu
Bersamamu, aku merasakan sejuta entah, entah benci, entah cinta, entahlah!
Begini rasanya diabaikan malam, bulan dan bintang tak lagi berkawan, hanya sepi
di ujung penantian, menghitung waktu kepulangan~
Mengapa kau tak jua mengerti, bahwa tlah habis cinta ini, tidakkah kau sadari,
selama ini kau bercinta dengan sepi?
Sebelum sampai lelap ini, izinkan kukecup keningmu, kutitipkan segenap rasa di
dadaku, bawalah dalam mimpimu
Ingin bicara, tapi tak bisa, ingin mengeluh, tapi tak mampu, katakan Sayang,
aku harus apa, sungguh rinduku terhimpit waktu
Sebelah mataku dibutakan cinta, sebelahnya lagi diiming iming janji, entahlah
Jangan memusuhi waktu, karna terkadang, ia mengajari kita untuk bersikap lebih
dewasa
Akankah kelak kita saling menangisi hal yang sama? sebuah kehilangan?
Hujan ini, datang di saat yang tepat, saat pelukan kian ingin dieratkan
Kepada janji yang terlupa, atau sengaja dilupa, hatiku menjauh pergi, kuanggap
kau tak pernah ada
Jangan pernah bilang cinta tak mungkin tergantikan, aku; perempuan yang slalu
menadah hujan dari itu pernyataan
Asal tidak kau duakan, aku berjanji mencintaimu, sesetia bulan kepada malam
Asal jangan kau patahkan, aku bersedia menyerahkan seluruh hati, kepadamu
Katakan itu sekali lagi, Tuan, bahwa hanya aku yang paling beruntung, mendiami
rumah hatimu
Hujan berkepanjangan, dua jiwa tergeletak di bangku asmara, menunggu reda,
seperti tangisan mereka, baru saja
Bagaimana ini duhai Tuan, aku tak mampu menaklukkan rindu di jantungku, degup
ini kian kencang mendentumkan namamu~
Aku lega, suaramu terdengar baik baik saja, rupanya kau berhasil menjinakkan
rindu yang gebu, di dadamu sendiri, Tuan
Ada yang biasa saja, tak terlalu istimewa, ketika sepi berusaha membungkus
rindu dengan sejumlah kata
Taukah Tuan, cinta ini sudah terlalu jauh, terlanjur dalam memasuki tubuhmu,
sengaja tersesat, dan tak ingin tau jalan pulang
Akhirnya kembali sepi, setelah hujan tak berisik di atap rumah, pepuisi lelap
di pangkuan para pemimpi
Ini untukmu Tuan, cinta yang jauh dari utuh, terkoyak seribu keluh, namun
kupastikan murni terjaga, meski nanti tak kau baca
Sebelum patah, hatiku sengaja kau remukkan, bersama segala keindahan, yang
dinamakan dusta
Jawab aku Tuan, salahkah kutitipkan cinta di hatimu?, sementara kau tau hatiku
tak bisa kau miliki seutuhnya
yakinkan aku, berkali kali, bahwa cintamu tak kan pernah terbagi
Akulah ketiadaan, hampa cinta, hilang bahagia, lalu apa yang kau cari dariku,
Tuan?, bukankah yang kau temu hanya sisa airmata?
Gerimis pergi, rindu kembali menggelitik hati, di ujung jalan ini aku menanti,
dengan sejumlah imaji
Biarlah aku mencintaimu diam diam, hanya malam yang senantiasa kutunjukkan,
betapa aku mencintaimu dalam dalam
Kaulah bait terindah yang kutulis dalam setiap puisiku, kusertakan senyuman dan
sejumlah kasih sayang, kutera dengan cinta yang sahaja
Di mana embun kau letakkan, di situ hatiku bergetar, bagaimana tidak, kau
sertakan juga ciuman
Selamat pagi kamu, lelaki yang lekat dalam ingatan, terpatri dalam kenangan
Semenjak aku mencintaimu, seluruh tubuhku tersenyum
Dan aku masih menggenggam luka, dengan hati yang tak mampu bersuara
Hatimu; tlah lama tak mampu kunikmati, sejak cinta yang kumiliki
Pertemuan ini luar biasa, dua rindu tlah habis dibaca, dua jiwa memahat rasa
bahagia
Senja yang berakhir manis, di antara tumpukan gerimis, tubuhmu kudekap tak
habis habis
Aku merindumu dengan sangat, dan senja membiakan hatiku berkeringat
Seperti senja yang lingsir perlahan, jemarimu kutinggalkan di batas ketabahan,
kubiarkan puisi meratapi perpisahan